Senin, 07 Mei 2012

percakapan hujan

Unknown

sore ini, saat sedang menunggu kedatangan seorang teman aku kembali melihatnya. dan ya, ia pun melihatku. lebih tepatnya, menangkap basah mataku.
tunggu!
menangkap basah? aku sendiri kurang sepakat dengan penggunaan kata itu. aku tidak pernah merencanakan tatapan itu, bahkan mengetahui ia ada di tempat itu pun tidak. aku hanya merasa.. entahlah.. rasanya seperti ia memang menangkap basah mataku mencari-carinya.
rasa gelisah itu tentu saja ada. kejadian ini sudah berulang selama dua hingga tiga kali. cemas bahwa ia akan tahu semuanya. aku dengan mantap menceritakan hal ini kepada seorang yang merupakan satu dari tiga orang yang paling tahu mengenai semua tentangnya. setiap kali kejadian itu terulang aku dengan raut wajah cemas dan hati berdebar menceritakan detail kejadiannya. dan setiap kali itu pula ia menenangkanku, mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja dan itu adalah hal yang tidak patut untuk dicemaskan.
namun, berbeda dengan sore ini. setelah melaporkan kejadian tadi, ia yang mungkin saja sudah bosan dengan kekhawatiran berkepanjangan ini, akhirnya berkata "bagaimana jika ia memang sedang melihat ke arahmu?"
Tuhan, sungguh aku tidak tahu harus bahagia atau bersedih mendengar kesimpulan itu. kukatakan bahagia karena tentu saja hal ini semakin menyuburkan taman harapan di hati, dan pula kukatakan bersedih karena kenyataan bisa saja berbeda dan aku dengan terpaksa harus kembali memangkas harapan-harapan itu dengan beringas.

selepas waktu maghrib, kami pulang. agak gerimis, kami tetap menerobosnya. namun, belum jauh berkendara kami harus menepi karena gerimis manja itu telah bertransformasi menjadi hujan yang mengganas. di emperan sebuah toko, berdua kami menunggu hujan reda sambil menikmati kue coklat yang baru temanku itu ingat keberadaannya saat membuka kantong plastik di bagasi motornya.
entah apa yang memulainya, kami mulai membahas lagi tentang dirinya. ia berkata, "lelaki itu, secuil apapun sinyal yang kita berikan akan ia tangkap"
"tapi aku tidak pernah berniat untuk mengirmkan sinyal. bahkan memikirkannyapun aku tak berani!" balasku. sesaat setelah aku melontarkan kalimat itu, aku tidak terlalu memperhatikan lagi apa yang temanku katakan selanjutnya. aku terlalu sibuk mendengar benakku yang bergumam "mungkinkah kau secara tidak sadar telah mengirimkan sinyal-sinyal itu? dan apakah ia menangkapnya? apakah ia menerimanya? atau menolaknya? senangkah? atau merasa risih? Tuhan, aku begitu takut melihat kenyataan"


hujan akhirnya reda, kami memutuskan untuk pulang.

Unknown / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Template Designed By Templateism | Distributed By Blogger Template